TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Walaupun telah diberikan antibiotik yang sesuai, penyakit Invasive Pneumococcal Disease (IPD) atau penyakit yang disebabkan oleh bakteri streptococcus pneumonia (pneumokokus), masih menjadi pembunuh nomor dua di Indonesia setelah diare.
"Penyakit IPD menyebabkan angka kematian yang tinggi, sebesar 15-20 persen. Kasus tertinggi IPD terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun," ungkap Kusnandi Rusmil, Ketua Unit Koordinasi Kerja bidang Tumbuh Kembang IDAI dalam seminar Cegah Penyakit Berbahaya: IPD dan Diare Rotavirus pada Anak yang diselenggarakan di Bandung, Sabtu (16/7/2011).
Kusnandi mengungkapkan berdasarkan Riskedas 2007, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor dua pada anak di bawah empat tahun, tertinggi yaitu 23,8 persen, setelah diare. IPD adalah penyakit invasif terjadi ketika bakteri terdistribusi masuk ke dalam darah atau berkoloni pada jaringan steril.
Peradangan pada jaringan paru akibat infeksi kuman, dan menyebabkan gangguan pernapasan. Bersifat fatal karena dapat menyebabkan kematian karena paru-paru tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mendapatkan oksigen bagi tubuh.
"Sementara meningitis adalah radang pada selaput pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang,disebut sebagai meningen. Peradangan ini dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau mikroorganisme lainnya. Meningitis bisa mengancam jiwa karena kedekatannya peradangan ke otak dan sumsum tulang belakang, sehingga kondisi ini diklasifikasikan sebagai darurat medis.
"Gejala meningitis disebabkan bakteri adalah demam,penurunan kesadaran, dan kuduk menjadi kaku. Pada bayi, gejalanya sering tidak khas berupa demam, suhu justru turun, lemas, sulit minum, muntah, diare, sesak napas, kejang, dan atau ubun-ubun besar menonjol. Pada anak lebih besar, anak mengalami demam, nyeri kepala, mual, muntah, kebingungan, dan lemah. Gejala kaku kuduk ditemukan pada 75 persen anak. Akhirnya anak dapat meninggal," ungkapnya.
Kematian terjadi pada 10-80 persen anak, tergantung umur anak, penyebab, kecepatan pengobatan dan lain-lain. Di antara kasus yang hidup, sebanyak 50-80 persen mengalami kecacatan berupa kelumpuhan, gangguan pendengaran, kurang kemampuan belajar, keterbelakangan mental dan epilepsi
Meningitis dapat diobati dengan pemberian antibiotika secepatnya. Namun pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Meningitis dapat dicegah dengan vaksin Hib dan Streptococcus pneumonia.
"Untuk mendapat perlindungan yang baik, sesuai rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) vaksin harus dimulai sedini mungkin sejak anak berumur 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kemudian dilakukan ulangan satu tahun kemudian. Pencegahan terhadap meningitis dapat menurunkan angka kematian pada bayi dengan signifikan," imbuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar