Senin, 22 November 2010
RAJA SEPI
18.06
awas ada boy
No comments
Waktu telah cukup jauh melangkahkan kaki-kaki lembutnya,mengendap-ngendap dari lorong malam menuju cahaya fajar.Ku buka mataku perlahan-lahan,membiarkan jiwaku beranjak dari selimut kemalasan,membuka jendela kamarku untuk menghayati kemasyuran hari yang baru dan meratapi kuasa perubahannya pada wujud,tingkah laku dan cara berfikir manusia.Ku layangkan pandanganku pada taman kecil disisi kanan kamarku, keindahan adalah hal pertama yang ingin kulihat karena seharian nanti hanyalah keburukan dari hati manusia yang dikendalikan oleh egoisme yang akan kutemukan.Sekali lagi,mungkin sudah ratusan kali kudapati seorang pria yang sama duduk dibangku tuanya.Pria itu sudah bertahun-tahun ini menghuni rumah kosong diseberang tempat tinggalku.Ia selalu menyendiri dan tak pernah berinteraksi dengan warga sekitar.Tak jelas dari mana ia berasal dan apa pekerjaannya.Yang dilakukannya hanyalah berdiam diri didalam rumah lalu keluar untuk duduk di taman sambil menulis-nulis sesuatu pada secarik kertas yang selalu dibawanya.Tingkah lakunya inilah yang membuat orang-orang dikampungku menyebut pria itu gila.Tapi menurutku kesendirian bukanlah suatu ketidakwarasan,mungkin saja ada sesuatu yang mendera bathin pria itu.Prahara yang tak bisa dijelaskan oleh lisan kata-kata,karena tak ada fikiran yang mengerti dan tempat hati untuk berbagi.Seperti seekor kijang yang terluka dan tahu bahwa tak ada penyembuh.Ia mengasingkan diri dari rombongannya ke dalam gua kesepian.Dimana ia menjadi raja didalamnya dan merintih lara sendiri. Pria itu rupanya menyadari kehadiranku.Ia melempar senyumnya lalu mengerlingkan matanya seakan mengajak mataku untuk menatap kearah yang sama.Arah utara dari taman yang selalu ia pandangi.Dan akhirnya kusadari bahwa selama ini pria itu tak hanya sekedar duduk menghabiskan waktu lalu menulis-nulis sesuatu disecarik kertas tapi juga memandangi sebuah balkon indah yang biasa digunakan sepasang suami istri kaya penghuninya untuk bercengkrama.Lantas,apa yang ada dalam fikiran pria itu dengan mengintai kemegahan bangunan dan perasaan sepasang sejoli itu?.Adakah sesuatu yang jahat tengah direncanakannya?.Tapi jika benar demikian.Mengapa ia membagi niat busuknya padaku?.Bukankah sang singa takkan membagi mangsanya pada seekor kancil?.Dan sebelum pertanyaan-pertanyaan itu terjawab.Suami istri itu menutup pintu balkon.Pria itu pun berlalu dari taman,meninggalkan aku serta bunga-bunga penasaran dalam dadaku. Tak berapa lama kemudian.Di karenakan bunga-bunga penasaran dalam dadaku itu semakin mekar dan menjulang.Dengan terburu-buru kubungkus sarapanku dan bergegas menuju rumah yang menjadi tempat tinggal pria itu.Setelah beberapa kali kuketuk pintunya dengan sopan.Terlihatlah sesosok wajah bersahaja diantara kedekilan yang menatapku teduh.Pria itu mungkin mencoba mengenaliku.Apakah aku hantu ataukah manusia?.Karena sekian lama tiada yang berkunjung,kecuali bayang-bayang menakutkan yang membuatnya terus bersembunyi dirumah tua ini.Dan ketika kuberikan bungkusan sarapanku,barulah pria itu yakin bahwa aku datang sebagai sahabat bagi jiwanya.Ia pun memintaku masuk.Tentu saja dengan senang hati ku ikuti keinginannya itu. Keadaan dalam rumah itu sangatlah tak teratur.Kertas-kertas berserakan dimana-mana.Sarang laba-laba dan debu-debupun seakan dibiarkan. “Selamat datang di istanaku yang sepi dan aku adalah rajanya”.Pria itu berkata padaku sambil tertawa.Dan kubalas tawanya itu seakan-akan perkataannya tadi sangat lucu.”Itu adalah singgasanaku”.Pria itu menyambung perkataannya seraya menunjuk kursi dan meja tua yang diatasnya dipenuhi kertas-kertas dan lilin sebagai penerang.Bathinku sontak menebak.Mungkin pria itu menghabiskan waktunya di rumah ini dengan menulis.Dan terkaanku ternyata tepat,ia menunjukkanku beberapa lembar puisinya yang ku baca sambil menemaninya menikmati sarapan pagi pemberianku. Puisi-puisi pria itu sungguh mengharukan.Kata-katanya begitu murung,menggambarkan kepatah hatian dan perasaan yang mendalam pada seorang wanita bernama Sofia. “Sofia itu kekasihku”.Jawab Pria itu.Saat identitas wanita dalam puisi itu kutanyakan padanya usai sarapan. “Kekasihmu?Dimana Sofia sekarang?”.Tanyaku lagi.Pria itu lantas menunjuk foto yang terletak diatas meja.Dan ketika mataku menangkap sosok wanita dalam foto itu.Jantungku seketika itu juga bergetar.Karena Sofia yang diakui sebagai kekasih oleh pria itu,ternyata adalah wanita yang selama ini selalu terlihat bercengkrama dengan suaminya diatas balkon. “Tapi jika Sofia adalah kekasihmu.Mengapa ia sekarang bersama dengan pria kaya itu?”.Pria itu tersenyum dan berkata.”Ceritanya panjang dan tak mungkin kusampaikan pada pertemuan kita yang singkat ini”.Ia berhenti sejenak.Mencoba membuka kenangan-kenangannya.Lalu melanjutkan perkataannya.”Bagiku,Sofia adalah bidadari yang mabuk oleh secawan anggur cinta pada pertemuan pertama kami.Ia kehilangan akal dan meninggalkan nirwana,memotong sayap-sayapnya sendiri lalu menemaniku untuk merasakan beribu-ribu kendi empedu kehidupan.Dimana hanya ada secangkir madu asmara yang membuat kami tetap tersenyum dan menghiraukan buah pahit cinta kami.Sampai pada suatu hari.Ketika kuajak ia menikmati bunga-bunga ditaman.Matanya tak terjatuh lagi pada mawar yang biasa kami pandangi.Tapi tertawan pada sang Dewa yang berdiri di balkon istananya.Apa yang dimiliki sang Dewa itu,segala kemewahannya.Mengingatkan Sofiaku itu pada masa-masa keemasannya sewaktu menjadi bidadari di nirwana.Ia tersadar dari mabuk cintanya dan meninggalkanku”. “Jika kau benar-benar mencintainya.Mengapa kau tak berusaha mencegah dan membawanya kembali?”.Tanyaku.Pria itu menggelengkan kepalanya.”Aku tak akan menahan langkah seseorang yang pergi dariku demi mencapai kebahagiaannya.Karena demi kebahagiaannya jualah aku memilikinya dan jika ia tak menemukannya padaku.Biarlah ia pergi.Cintaku ini adalah senyum,tawa dan kebebasan bukan airmata serta rasa mengikat”.Pria itu menghentikan pembicaraan kami.Dan akupun tak berniat melanjutkannya.Dalam hatiku,aku berfikir.Apa yang dikatakan pria itu ada benarnya juga.Ya,buat apa kita mempertahankan seseorang yang sudah tak merasakan bahagia bersama kita.Tapi hanyut dalam kepatah hatian saat kehilangannya.Bukankah juga sama percumanya dengan mempertahankannya.Ah,sudahlah.Biarlah Pria itu yang begitu.Gumam hatiku,sewaktu meninggalkan rumah tuanya. Sejak saat itu.Tiga hari lamanya aku tak bertemu pria itu lagi.Karena mengurus pekerjaanku diluar kota.Setelah aku kembali.Aku sangat terkejut mendapati rumah tua yang dihuni pria itu sudah kosong.Ketika kutanyakan pada warga sekitar.Aku temukan sebuah kenyataan yang sempat mengguncang perasaanku.Pria itu meninggal dunia!.Sang raja sepi yang dianggap orang gila itu menghembuskan nafas terakhirnya diantara tumpukan kertas-kertas diatas mejanya.Saat menulis puisi-puisi kepatah hatiannya.Aku berlari menuju pusaranya.Ku teteskan air mataku untuknya.Perkenalan kami memang singkat tapi kesannya akan abadi dihatiku.Akan terukir disepanjang langkahku.Sebagai rasa hormatku untuknya yang mencintai tanpa memiliki hingga akhir hidupnya. Setelah puas meratapi riwayatnya diatas pusaranya.Aku kembali kerumah tua dan memunguti puisi-puisi hatinya yang berserakan lalu menyerahkannya pada wanita diatas balkon.Sofia. “Apa ini?”.tanya Sofia dengan heran.Disampingnya ada suaminya.Kutatap matanya yang sayu.Lalu kukatakan padanya dengan lirih.”Ini adalah ungkapan hati dari sang raja sepi yang tak sempat kau sadarkan dari mabuk cintanya padamu,sewaktu kau meninggalkannya untuk meraih segala kemegahan istana ini dan kemewahan perhiasan yang menempel ditubuhmu itu.Tapi ia yang mampu mengabadikan masa-masa kebahagiaan bersama kekasihnya,meski ia tahu kekasihnya itu kini sedang menikmati kebahagiaan itu dengan yang lain.Adalah pemilik istana kehidupan termegah didunia.Karena tak ditempati oleh kebencian dan sikaf permusuhan”.Sofia ternyata mengerti siapa orang yang kumaksud.Wajahnya berubah sendu dan ia bertanya lagi padaku.”Dimanakah dia sekarang?”. “Ia telah wafat”.Sahutku.Dan entah sadar atau tidak.Sofia menangis mendengar jawabanku itu.Padahal disampingnya ada suaminya.Aku lantas mengambil secarik tisu dari kantongku,menyerahkannya pada Sofia dan berkata padanya untuk yang terakhir kalinya.”Kau jangan menangis.Karena takut meneteskan air matamu itulah ia membebaskanmu dari hidupnya.Ia pernah berkata padaku.Cintanya adalah senyum dan rasa bahagiamu.Cinta darinya seperti itulah yang menjadi perhiasan termahal yang tak kau sadari,dan kini setelah kau sadari.Kenakanlah seumur hidupmu”.
0 komentar:
Posting Komentar