Welcome To Awas Ada Boy Jangan Lupa Difollow Ya Silahkan Menikmati Artikel Dari Blog Kami Yang Ada Disini


Minggu, 21 November 2010

JANJIKU

Lebih dari lima belas menit aku terus membolak- balik kan kertas hasil pengukuran PH dari air hasil desalinasi puluhan tabung yang baru saja aku peroleh. Ku pandangi kertas tersebut dengan teliti  sementara ku acuhkan layar computer masih terus menatap cerah dengan berbagai desktop yang ada. Gemuruhnya angin diluar rumah yang menyapu hampir seluruh wilayah ini tak mampu mengalihkan perhatian ku, ibarat pasak yang telah menancap aku tetap kukuh meneruskan pekerjaan ini. Akhir pekan ini memang tidak seperti biasanya bagiku, terlihat lebih sibuk disebuah kamar kecil yang aku klaim sebagai laboratorium pribadi.“Apa’an ini…?“ Gumam ku dalam hati melihat sederetan keganjilan pada data itu.“:Ruli,…Cepat mandi ini dah Sore,…”Teriak ibu memecah keheningan pikiran ku.”Iya Mah bentar…” Jawab ku cepat.Bergegas aku menuju kamar mandi dan menunaikan perintah beliau . Untuk kali ini memang aku tidak maen-maen, meskipun aku memang terkenal paling cuek diantara teman-teman ku tapi tetap saja aku  paling takut kepada ibu.”Ruli jangan lupa air di bak mandinya dipenuhin dulu,......” Teriak ibu dengan lantang.”Iya mah bentar lagi kok”, ucap ku sambil memperhatikan air yang mengalir di bak mandi.Ada yang aneh mungkin itu yang dirasakan ku tatkala melihat warna air yang lain dari biasa,sejenak aku hiraukan Namun tatkala basuhan pertama, aku mulai merasakan gatal pada kulit. Hal ini membuatku aku teringat akan data hasil pengukuran PH, Akupun tersadar bahwa memang keanehan pada data tersebut benarnya juga. Jumlah PH air akhir-akhir ini terus meningkat mungkin itu yang kulitku gatal tadi... Terka ku. Menyadari keadaan tersebut, aku segera beranjak menuju pusat pengumpulan air bersih di pinggir pantai.”Hei Ruli,.......mau kemana kamu,........?  Teriak Ibu.”Bentar Bu Ngecek Kondisi tangki dulu”....... Ucap ku sambil berlalu. Sejatinya memang air diwilayah ini merupakan air hasil desalinasi bukan mengandalkan air dari resapan tanah maupun air hujan. Karena memang proses desalinasi ini sendiri adalah proses pemisahan yang digunakan untuk mengurangi kandungan garam terlarut dalam air garam hingga level tertentu sehingga air dapat digunakan.Aku sendiri bukan orang baru yang berkutat dalam bidang ini. Karena memang aku adalah lulusan sarjana teknik mesin ITB yang tengah bekerja untuk  pemerintah kota Jayakarta dalam mengembangkan tekhnologi desalinasi di kota ini. Sejenak Pikirku langsung tertuju pada membran reverse osmosis yang biasa digunakan untuk menyaring air dalam proses desalinasi. Aku tidak gegabah untuk langsung mengecek membran revese Osmosisnya mengingat bagian tersebuat terletak dipaling dasar dari mesin desalinasi yang membuatku ogah-ogahan untuk membongkarnya. Hmmm,.... nampak aku mulai bingung yang terlintas dari raut wajahku yang bercucuran keringat.Ckr...ckr.ckr..... terdengar suara dari bagian tabung pendinginan hasil distilasi...Sontak perhatianku sepenuhnya tertuju. Hmm,... Sejenak aku memegang tabung tersebut,...”Akhhh........... Teriak ku kencang”.... Huh aku lupa ternyata panas juga tabung ini ”ucapku dalam hati”. Di tabung-tabung inilah aku dan ratusan warga lain yang tinggal diwilayah kejaten Jayakarta timur menggantungkan harapan untuk mendapatkan air bersih. Keadaan ini memang berbeda saat aku mendengar cerita dari ayah. Beliau pernah berkata bahwa dulu di belakang rumah kami masih terdapat sungai kecil. Meskipun kotor tapi banyak warga yang menggantungkan hidupnya mulai dari mencuci, mandi, sampai buang air semua tumpah tuah disana. Dengan segala kondisinya dapat dikatakan alam masih bersahabat. Jakarta nama itu yang masih ku ingat dari ayah, Sebuah kota kecil di ujung utara pulau jawa. Ibarat Artis Hollywood kota kami menjadi kiblat jutaan warga indonesia waktu itu. Akupun sangat bangga saat ayah berkata dulu kota kami ini merupakan ibu kota negara indonesia, terbayang dalam benakku kemegahan kota ini. Menurut Beliau semua itu berubah tatkala Kota Jakarta berubah menjadi padat dengan berbagi transmigran yang mencoba mengadu nasib di kota kelahiran kami ini. Bantaran Sungai, kolong Jembatan menjadi tempat favorit untuk mendirikan bangunan. Hasil nya dapat ditebak banjir mulai menjadi kebiasaan tahunan bahkan lebih parah beranjak menjadi kebiasaan bulanan. Pesatnya industri pula lah yang turut andil dalam menghancurkan kota ini. Limbah-limbah dengan entengnya di buang kesungai-sungai yang membuat semakin parahnya kerusakan lingkungan. Tiada lagi warna sungai yang cokelat muda, perlahan namun pasti berubah menjadi hitam legam. Pencemaran pun telah merambah pada pencemaran udara dan pencemaran tanah. Sumur-sumur warga yang semula menjadi tempat menggantungkan harapan untuk mendapatkan air bersih, kini menjadi sumber malapetaka akibat pencemaran yang ada. Dengan keadaan yang semakin memburuk ditambah lagi munculnya berbagai jenis penyakit yang bermunculan membuat Gelar Ibu Kota Indonesia lepas dari kota kami. Pada tahun 2020 lalu Ibu kota telah dipindahkan ke Balikpapan sebuah kota yang diklaim masih memiliki kelayakan untuk ditempati. Habis Manis sepah manis di buang itu mungkin kata yang cocok bagi kota Jakarta ku tercinta ini. Setelah sepenuhnya memanfaatkan dan menghancurkan kota kami arus transmigran itu kini telah berganti, Industri-industri pun segera angkat kaki dari kota  kami. Dalam kebingungan kami yang lebih engkau kenal dengan warga betawi sebagian kecil telah memilih untuk bertahan dan mencoba mengembalikan keadaan kota ini. Menurut Beliau masalah awal yang muncul saat itu adalah masalah air bersih. Sebenarnya memang masih ada pasokan air dari PDAM. Namun memang harganya sangat mahal, tentunya uang kerja kami satu bulan  paling Cuma bisa buat tagihan air selama satu minggu. Hal ini masih belum ditambah dengan kondisi air yang sering mati dan macet. Oleh karena itu aku tidak heran dimasa itu air jauh lebih berharga karena memang semua orang membutuhkannya. Aku tidak bisa membayangkan keadaan ayah dan ibu saat itu. Teknologi desalinasi inilah yang pada awalnya di gembor-gemborkan bisa menjadi dewa penyelamat bagi daerah yang terkena krisis air seperti wilayah kami. Namun pada kenyataannya diawal kemunculannya teknologi ini belumlah cukup bisa diandalkan. Karena memang generasi pertama dari desalinasi membutuhkan biaya investasi dan perawatan yang sangat mahal. Jadi hanyalah hotel-hotel bintang lima , industri- industri serta rumah-rumah para pejabatlah yang baru bisa merasakannya. Ayah juga menambahkan untungnya tekhnologi ini terus berkembang dari semula hanya mengandalkan sistem destilasi yang menggunakan sistem pemisahan air laut dari garamnya dengan menggunakan perbedaan titik didih dengan air murni. Sehingga nantinya air murni akan tercipta dari uap air laut yang di destilasi. Melalui proses destilasi ini air tawar yang dihasilkan tidaklah mencukupi mengingat daya hasil max perhari yang dihasilkan kurang lebih 5000-10000 liter air dengan mesin bertenaga 800-1000psi oleh karena itu dibutuhkan biaya operasi yang besar untuk menguapkan dan menyedot banyak air laut kedalam tabung saat proses destilasi. Bagikan mentari di pagi hari sistem desalinasi menggunakan membran menjadi harapan baru bagi masyarakat kota Jayakarta. Sistem itu sendiri menggunakan dua metode yakni reverse osmosis (RO) dan electrodialysis (ED). Pada proses tersebut air laut dipisahkan dari garam terlarutnya dengan mengalirkannya melalui membran water permeable. Permeat sendiri dapat mengalirkan air karena adanya perbedaan tekanan antara umpan dan produk,yang memiliki tekanan dekat dengan atmosfer. Dimana proses ini tidak melewati tahap pemanasan ataupun perubahan fasa. Dengan teknologi ini air laut yang di desalinasi mampu dihasilkan lebih banyak sehingga mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, untungnya saat ini teknologi ini telah jauh bekembang dari semula membutuhkan bantuan energi minyak bumi dalam pengolahannya saat ini di beberapa wilayah Jayakarta telah menggunakan Energi alternatife seperti Sel Surya dan Kincir angin.Sejenak aku teringat janjiku pada ayah sebelum beliau meninggal untuk mewujudkan impian beliau mengalirkan kembali air sungai dibelakang rumah kami. Meskipun sampai saat ini aku belum berhasil. Tapi tetap aku yakin kelak dengan teknologi desalinasi ini aku bisa mewujudkan impian beliau untuk kembali melihat aliran sungai di belakang rumah kami, meskipun beliau telah tiada akan ku usahakan generasi dimasa mendatang khususnya anak-anak ku sudah bisa kembali melihat aliran sungai itu bukan lagi menjadi cerita dongeng sepeti yang ku dengar dari ayah.”Ckr....ckr...ckrrr....” suara mesin itu kembali menyadarkanku sejenak.Hmmm... Gawat aku baru sadar kandungan air garam yang masih ikut terlarut membuat tabung-tabung ini mengalami korosi,....”Sial Korosi ini juga telah menyerang gear-gear pada pompa penyedot air sehingga menimbulkan suara  itu” ... Tebak ku.”Rasanya aku mau menangis kalau mengingat kembali janjiku pada ayah, sementara keadaan mesin ini kini telah seperti ini.” Andai beliau masih hidup, aku akan terima bila beliau mengganggapku telah gagal mengemban janji itu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews